MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
prosesnya guru memiliki peran yang sangat penting, guru harus mampu merancang
model pembelajaran yang efektif yang sesuai dengan karakteristik materi
pembelajaran tersebut sehingga tujuan dari pembelajaran tercapai. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan saat
berlangsungnya belajar mengajar adalah model project based learning yang
dikenal dengan pembelajaran berbasis proyek, yang melibatkan siswa untuk lebih
aktif dan diberi kebebasan dalam membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep
baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dialami, siswa
diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan merancang, melakukan kegiatan
investigasi/penyelidikan, memecahkan masalah, membuat keputusan, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok. Jadi
pembelajaran project based learning ini ditentukan dari Pengalaman belajar
siswa maupun konsep yang dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam
proses pembelajaran berbasis proyek.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud project based learning dalam model pembelajaran?
2.
Bagaimanakah dukungan teoritis pada model project based learning?
3.
Apa tujuan dari model project based learning?
4.
Apa saja karakteristik model project based learning?
5.
Bagaimana prinsip-prinsip dari model project based learning?
6.
Bagaimana langkah-langkah dalam proses model project based learning?
7.
Bagaimana perbedaan antara kelas konvensional dan kelas dengan
model project based learning?
8.
Apa saja kelebihan dan kekurangan dari model project based learning?
9.
Bagaimana penerapan model project based learning dalam pembelajaran
fisika?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui project based learning dalam model pembelajaran
2.
Untuk mengetahui teori dalam pembelajaran yang mendukung model project
based learning
3.
Untuk mengetahui tujuan dari model project based learning
4.
Untuk mengetahui karakterisik dari model project based learning
5.
Untuk mengetahui setiap prinsip dalam model project based learning
6.
Untuk mengetahui langkah-langkah dalam proses model project based learning
7.
Untuk mengetahui sisi perbedaan antara kelas konvensional dan kelas
dengan model projeck based learning
8.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model project based
learning
9.
Untuk mengetahui penerapan
model project based learning dalam pembelajaran fisika.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Project Based Learning (PjBL)
Project based learning
merupakan salah satu metode pembelajaran, jika diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia project based learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek.
Project based learning adalah sebuah metode pembelajaran yang inovatif, yang
menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang nyata yang
diwujudkan dalam suatu proyek.
Menurut George Lucas Educational
Foundation (2005), pembelajaran berbasis proyek merupakan pendekatan
pembelajaran yang dinamis di mana siswa secara aktif mengeksplorasi masalah di
dunia nyata, memberikan tantangan, dan memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam. Buck Institute for Education (2003)
menyatakan, bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah suatu metode pengajaran
sistematis yang melibatkan para siswa dalam mempelajari pengetahuan dan
keterampilan melalui proses yang terstruktur, pengalaman nyata dan teliti yang
dirancang untuk menghasilkan produk (Sutirman, 2013: 43).
Project Based Learning merupakan
implementasi dari teori belajar konstruktivisme. Kontruktivisme memandang
belajar sebagai proses dimana pembelajaran secara aktif mengkontruksi atau
membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan
yang telah dialami (Risqi Ramdani Putudipo, 2012: 8). Pembelajaran berbasis
proyek merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
merancang tujuan pembelajaran untuk menghasilkan produk atau proyek yang nyata.
PjBL ini akan mendorong berbagai kemampuan siswa, seperti pengetahuan, masalah
teknis, keterampilan praktis yang menjadikan siswa mampu mengatasi informasi
yang tidak lengkap atau tidak tepat, menentukan tujuan sendiri, dan kerjasama
kelompok (Sutirman, 2013: 43). Project Based Learning mengarahkan siswa untuk
merancang, menyusun, dan melaksanakan proyek yang menghasilkan output berupa
produk, presentasi ataupun publikasi (Ringgit Meganingrum, 2015).
Dari beberapa penjelasan diatas
mengenai project based learning (PjBL) dapat disimpulkan bahwa PjBL merupakan
sebuah model pembelajaran yang berpusat dan memberikan kebebasan kepada siswa
untuk lebih aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan
permasalahan yang nyata dalam menghasilkan suatu proyek secara kolaboratif dan
mempresentasikan kepada temannya yang lain sehingga tingkat pemahamannya lebih
meningkat dan tetap dalam pengawasan guru, yaitu sebagai fasilitator.
Model
project based learning (PjBL) dikembangkan oleh tiga ahli, yaitu: Lucas,
Doppelt, dan Laboy-Rush. PjBL Lucas dan Laboy-Rush tidak menjelaskan secara
spesifik langkah-langkah dalam rancangan proyek, sedangkan Doppelt menekankan
alternatif pemecahan masalah dengan memilih prioritas utama dalam menentukan
proyek dan memunculkan kreativitas siswa. Lucas membahas PjBL secara umum,
Doppelt mengkaitkan PjBL dengan sains dan teknologi, dan LaboyRush
mengintegrasikan science, technology, engineering, and mathematics dalam PjBL
(Jaka Afriana, 2016).
Project based learning, model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat
tugas-tugas yang kompleks
berdasarkan permasalahan (problem) yang diberikan kepada siswa sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata, dan menmberi
kebebasan siswa untuk melakukan kegiatan merancang, melakukan kegiatan
investigasi/penyelidikan, memecahkan masalah, membuat keputusan, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok (Eko
Mulyadi, 2015).
B.
Dukungan Teoritis Project Based Learning
Dalam buku Strategi
Pembelajaran Inovatif Kontenporer yang ditulis Wena Made (2009: 148) dijelaskan bahwa
secara teoritis dan konseptual, pembelajaran berbasis proyek didukung oleh
teori aktivitas (Hung dan Wong, 2000). Activity theory menyatakan bahwa
struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas: tujuan yang ingin dicapai, subjek
yang berada dalam konteks, suatu masyarakat pekerjaan dilakukan dengan
pelantaraan, alat-alat, peraturan kerja, dan pembagian tugas. Dalam
penerapannya di kelas bertumpu pada pembelajaran aktif dari setiap siswa dalam
bentuk melakukan suatu (doing) daripada kegiatan pasif, menerima
transfer pengetahuan dari guru.
Model pembelajaran ini
juga didukung oleh teori belajar konstruktivisme, yang bersandar pada ide bahwa
siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri
(Murphy, 1997). Model ini dapat dipandang sebagai suatu pembelajaran yang dapat
mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.
Ketika model ini dijalankan dengan model belajar kolaboratif dalam kelompok
kecil, pembelajaran ini mendapat dukungan teoritis yang bersumber dari
konstruktivisme sosial Vygotsky yang memberikan landasan pembangunan kognitif
melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal (Vygotsky, 1978: Moore,
2000). Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan orang lain, dan
merefleksikan ide sendiri pada orang lain merupakan suatu bentuk pembelajaran
individu. Proses interaktif antar-siswa membantu proses kontruksi pengetahuan.
Dari perspektif teori ini pembelajaran berbasis proyek dapat membantu siswa
meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah secara kolaboratif.
C.
Tujuan Project Based Learning
Pada model project based
learning peserta didik dituntut melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator, jadi pembelajaran berbasis proyek
bertujuan memecahkan permasalahan dengan mengangkat dari peristiwa sehari-hari
di mana peserta didik memiliki kesempatan untuk menemukan pengetahuan baru
dihubungkan dengan pengetahuan prasyarat. Menurut Birgili dalam pembelajaran
berbasis proyek, peserta didik dituntut berpartisipasi aktif untuk menciptakan
solusi inovatif terhadap masalah melalui pengalaman yang dialami. Pembelajaran
berbasis proyek menuntut belajar yang bersifat kolaboratif. Hal tersebut
tentunya memberikan peluang untuk meningkatkan pemahaman konseptual dan
kecakapan teknik, menuntut adanya umpan balik internal yang dapat menajamkan
keterampilan berpikir (Hendrik Pratama dan Ihtiari Prastyaningrum, 2016: 45).
Maka tujuan project based learning adalah terciptanya siswa yang mempunyai kemandirian
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, bekerja secara kolaboratif, berkembangnya
tingkat intelegensi, pemahaman berdasarkan pengalaman nyata sehingga akan mampu
menerapkan suatu konsep dalam kehidupan sehari-hari.
Sutirman mengatakan, “siswa yang terbiasa belajar
dengan pekerjaan proyek akan menjadi pribadi yang ulet, kritis, mandiri, dan
produktif.” (Sutirman, 2013: 45).
D.
Karakteristik Project Based Learning
Karakter pembelajaran
berbasis proyek meliputi aspek isi, kegiatan, kondisi, dan hasil. Dalam
pembelajaran berbasis proyek, aspek isi pembelajaran memiliki karakteristik :
(1) masalah disajikan dalam bentuk kebutuhan yang kompleks; (2) siswa menemukan
ide secara interdisipliner; (3) siswa berjuang mengatasi ambiguitas; dan (4)
menjawab pertanyaan yang nyata dan menarik perhatian siswa. Aspek kegiatan
memiliki karakteristik : (1) siswa melakukan investigasi selama periode
tertentu; (2) siswa dihadapkan pada suatu kesulitan,pencarian sumber dan
pemecahan masalah; (3) siswa membuat hubungan antar ide dan memperoleh
keterampilan baru; (4) siswa menggunakan perlengkapan alat sesunggunya; dan (5)
siswa menerima feedback tentang gagasannya dari orang lain. Aspek
kondisi mencakup karakteristik : (1) siswa berperan sebagai masyarakat pencari
dan melakukan latihan kerjanya dalam konteks sosial; (2) siswa mempraktikan prilaku
manajemen waktu dalam melaksanakan tugas secara individu maupun keompok; (3)
siswa mengarahkan kerjanya sendiri dan melakukan kontrol belajarnya; dan (4)
siswa melakukan simulasi kerja profesional. Aspek hasil, karakteristik aspek
hasil meliputi: (1) siswa menghasilkan produk intelektual yang kompleks sebagai
hasil belajarnya; (2) siswa terlibat dalam melakukan penilaian diri; (3) siswa
bertanggung jawab terhadap pilihannya dalam mendemonstrasikan kompetensi
mereka; dan (4) siswa memperagakan kompetensi nyata mereka. (Sutirman, 2013: 44)
Menurut Buck Institute
Of Education (1999) yang dikutip oleh Risqi Ramdani Putudipo dalam skripsinya
yang berjudul Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelegence) siswa melalui pembelajaran
Project Based Learning (PjBL) pada pembelajaran fisika (2012), bahwa
karakteristik dari PjBL adalah sebagai berikut :
a.
Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja
b.
Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan
sebelumnya
c.
Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
d.
Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola
informasi yang di kumpulkan
e.
Siswa melakukan evaluasi secara kontinyu
f.
Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka
tentukan
g.
Hasil akhir berupa produk dan di evaluasikan
kualitasnya
h.
Kelas memberi atmosfer yang memberi toleransi kesalahan
dan perubahan.
Indikator model project
best learning adalah metakognitif, elaborasi(analisis), interprestasi, induksi,
identifikasi, investigasi, ekplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan
inkuairi (Ngalimun, 2013: 164).
E.
Prinsip-Prinsip Project Based Learning (PjBL)
Menurut Thomas
pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip dalam penerapannya,
yaitu sebagai berikut:
1)
Sentralisasi
Model
pembelajaran ini merupakan pusat dari strategi pembelajaran, karena siswa
mempelajari konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek, siswa
berperan secara aktif, guru hanya sebagai fasilitator.
2)
Pertanyaan penuntun
Proyek
yang dikerjakan siswa bersumber pada pertanyaan atau persoalan penuntun ya ng akan dijadikan acuan untuk menemukan
konsep mengenai bidang tertentu. Aktivitas bekerja dalam proyek ini menjadi
motivasi eksternal yang dapat membangkitkan motivasi internal pada diri siswa
untuk membangun kemandirian dalam menyelesaikan tugas.
3)
Investigasi Konstruktif
Investigasi
ini diperlukan untuk merumuskan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengerjakan
proyek. Oleh karena itu guru harus mampu merancang strategi pembelajaran agar
mendorong siswa dalm pencarian dan pendalaman konsep pengetahuan dalam
menyelesaikan proyek tersebut.
4)
Otonomi
Dalam
model pembelajaran proyek siswa diberi kebabasan atau otonomi untuk menentukan
target sendiri dan bertanggungjawab terhadap apa yang dikerjakan. Guru berperan
sebagai motivator dan fasilitator dalam mendukung keberhasilan siswa dalam
pembelajaran.
5)
Realistis
Proyek
yang dikerjakan oleh siswa merupakan pekerjaan nyata yang sesuai dengan
kenyataan yang terjadi. Proyek yang
dikerjakan bukan dalam bentuk imitasi atau simulasi, tapi proyek atau
permasalahan yang benar-benar nyata.
F.
Langkah-Langkah Project Based Learning (PjBL)
Menurut The George
Lucas Foundation langkah-langkah proyek based learning adalah sebagai
berikut:
Ø Mulai dengan pertanyaan
esensial, yaitu pertanyaan yang mendorong siswa untuk melakukan suatu
aktivitas.
Ø Membuat design rencana
project, yaitu siswa dengan pendampingan dari guru membuat design rencana
proyek yang akan dilakukan. Rencana proyek ditentukan oleh siswa sendiri
mengacu kepada pertanyaan esensial yang telah dikemukakan sebelumnya.
Ø Membuat jadwal, guru dan
siswa secara kolaboratif menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Aktivitas
pada tahap ini antara lain:
(1)
membuat timeline untuk melaksanakan proyek; (2) membuat deadline penyelesaian
proyek; (3) mengarahkan siswa agar merencanakan cara yang baru; (4) mengarahkan
siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek ; (5)
meminta siswa untuk memberi alasan tentang cara yang dipilih.
Ø Memantau siswa dan
kemajuan proyek, guru bertanggung jawab atas penyelesaian proyek yang dilakukan
siswa untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan proyek dan mengantisipasi hambatan
yang dihadapi siswa.
Ø Menilai hasil, yaitu suatu
penilaian dilakukan untuk mengukur ketercapaian standar, mengevaluasi kemajuan
masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai, dan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun stragtegi pembelajaran
berikutnya.
Ø Refleksi, pada akhir
pembelajaran guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan, dilakukan secara individu maupun kelompok. Siswa
mengungkapkan apa yang mereka pahami dan ditemukan suatu temuan baru (new
inquairy) untuk menjawab permasalahan nyata yang terjadi disekitar(Sutirman,
2013: 46).
G.
Perbedaan Kelas Konvensional (Tradisional) dengan
Project Based Learning
Suzie dan Jane
menyatakan bahwa Project Based Learning is strategy certain to turn
traditional classroom upside down, pembelajaran berbasis proyek adalah
suatu strategi untuk mengubah kelas tradisional (Sutirman, 2013: 43).
Menurut Buck
Institute for Education bahwa terdapat perbadaan antara pembelajaran
tradisional dan pembelajaran berbasis proyek.
a.
Pembelajaran tradisional
·
Pengetahuan tentang fakta, belajar keterampilan “Building
block” dalam isolasi
·
Guru berperan sebagai penceramah dan direktur dalam
pembelajaran
·
Penilaian berdasarkan produk, skor tes, membandingkan
antar-siswa, dan reproduksi informasi
·
Bahan pembelajaran teks, ceramah, dan presentasi,
kegiatan dan lembar kerja dikembangkan oleh guru
·
Siswa bekerja sendiri, adanya kompetisi antar-siswa,
dan transfer informasi dari guru
·
Pengetahuan tentang fakta hanya sebatas istilah dan isi
sehingga lulusan yang dihasilkan memiliki pengetahuan yang hanya berhasil pada
tes standar pencapaian.
b.
Pembelajaran berbasis proyek
·
Konsep dan prinsip dikuasai melalui pengembangan
keterampilan saat melakukan pemecahan masalah dan membagun konsep
·
Guru berperan sebagai penyedia sumber belajar dan
partisipan di dalam pembelajaran, sebagai pembimbing/ patner
·
Penilaian dilihat dari proses dan produk nyata yang
dijalankan selama pembelajaran tersebut, setiap produk yang dihasilkan dinilai
dari unjuk kerja yang standar dan kemajuannya dari waktu ke waktu kemudian hasil
proyek didemontrasikan
·
Bahan pembelajaran langsung dari sumber yang nyata,
bahan- bahan tercetak, interview, dokumen, dan lain-lain. Data dan bahan
permasalahan dikembangkan oleh siswa
·
Siswa bekerja dalam kelompok dengan kolaboratif satu
sama lain, siswa mengkonstruksi, berkontribusi, dan melakukan sintesis
informasi
·
Pengetahuan yang diperoleh dicapai dari pemahaman dan
aplikasi ide dan proses yang kompleks sehingga menghasilkan lulusan yang
berwatak dan terampil mengembangkan diri, bersifat mandiri, dan belajar
sepanjang hayat (Made Wena, 2009: 149-151).
H.
Kelebihan dan Kekurangan dari Project Based Learning
(PjBL)
Ø Kelebihan Project Based
Learning (PjBL)
Menurut Sutirman (2013:
46) berdasarkan pengalaman dan pendapat mengenai penerapan pembelajaran
berbasis proyek, maka dapat diidentifikasi beberapa kelebihan dari project
based learning jika dilihat dari
prespektif siswa, yaitu:
1.
Meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan analisis
dan sintesis tetang suatu konsep
2.
Membiasakan siswa untuk melakukan proses belajar dan
bekerja secara sistematis
3.
Melatih siswa untuk melakukan proses berfikir secara
kritis dalam rangka memecahkan suatu masalah yang nyata
4.
Menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar dan bekerja
5.
Menumbuhkan produktvitas siswa.
Ø Kekurangan Project Based
Learning (PjBL)
Metode PjBL ini
mengandung kekurangan, antara lain :
1.
Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik
secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini
2.
Pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan
siswa, cukup memfasilitasi dan sumber-sumber belajar yang diperlukan bukanlah
pekerjaan yang mudah.
3.
Bahan pembelajaran sering menjadi luas sehingga dapat
mengaburkan pokok unit yang dibahas (Saeful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, 1997:
84).
BAB III
PEMBAHASAN
Pelajaran fisika sebagai
bagian dari ilmu sains dipahami membutuhkan perhitungan tingkat tinggi sehingga
banyak anak yang malas dan tidak tertarik sama sekali saat pembelajaran fisika sedang
berlangsung, padahal ilmu fisika mempelajari mengenai gejala- gejala alam yang terjadi
di kehidupan kita dan keterampilan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk
memahaminya. Menurut Ahlam dan Gaber dikutip oleh Hendrik Pratama dan Ihtiari
Prastyaningrum (2015), dengan pembelajaran berpikir kritis membuat peserta
didik terintervensi untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan kematangan
pembelajaran berpikir kritis diharapkan dapat mengintegrasikan kemampuan
seperti pengamatan, analisis, penalaran penilaian dan pengambilan keputusan.
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan membangun suasana kelas yang dapat
menghargai pemikiran dan analisis siswa seperti kegiatan laboratorium,
penemuan, pekerjaan rumah, bahkan sampai ujian yang mencakup pertanyaan tingkat
tinggi.
Proses pengajaran fisika
masih didominasi dengan metode klasikal yaitu ceramah dan tanya jawab yang
mengakibatkan pembelajaran fisika masih bersifat Teacher-Centered. Hal
ini menjadi kurang bermakna sehingga motivasi dan prestasi siswa dalam belajar
fisika belum optimal (Hendrik Pratama dan Ihtiari Prastyaningrum: 2015). Agar
siswa mudah memahami pelajaran fisika dalam pengalaman nyata, dipandang
perlu untuk mengenalkan langsung gejala
alam sehingga siswa tidak hanya mengerti tentang teori-teorinya saja, akan
tetapi dapat memahami secara utuh gejala-gejala fisika yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari (Risqi Ramdani Putudipo, 2012: 28) sehingga dibutuhkan
interaksi antara pendidik, siswa, dan media pembelajaran pada lingkungan alam
yang terjadi, maka pendidik dapat melakukan dengan pembelajaran menggunakan
strategi-strategi pembelajaran konstruktivistik, yaitu mengkontruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep
baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki siswa dari pengalaman yang dialaminya dengan harapan siswa akan
mampu mengembangkan daya nalarnya untuk menganalisa, memecahkan masalah dan
berpikir secara ilmiah.
Project Based Learning
merupakan model pembelajaran yang memberikan
kebebasan pada siswa untuk merencanakan aktivitas belajar , melaksanakan proyek
secara kolaboratif dan dipresentasikan kepada orang lain. Guru bertindak
sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri
prinsip-prinsip dan megkontruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem
realistis. Dengan kata lain belajar melibatkan kontruksi pengetahuan seseorang
dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Belajar dengan kontruktivis
merupakan upaya keras yang sangat personal sedangkan internalisasi konsep,
hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan
dalam konteks dunia nyata (Eko Mulyadi, 2015). Dalam
prosesnya ini proyek tersebut dijalankan berdasarkan pernyataan dan
permasalahan yang menantang sehingga hal ini akan terus memicu kerja otak siswa
untuk terus berkembang.
Maka dari itu, kita bisa
menerapkan model pembelajaran berbasis proyek ini dalam pelajaran fisika dengan
harapan siswa akan memahami fisika lebih dalam karena gagasan, ide-ide serta
konsep berdasarkan pengalaman empiris,
dan langsung diaplikasikan dalam suatu proyek, dan terlibatnya setiap individu
untuk saling berinteraksi dan jika ada pemahaman yang salah langsung diluruskan
oleh guru yang berperan sebagai fasilitator.
Kami akan memberikan
sebuah contoh penerapan model pembelajaran berbasis proyek dalam pelajaran
fisika di sebuah kelas. Kami mengambil materi massa jenis sebagai contohnya.
Saat pendidik/ guru akan menyampaikan materi massa jenis, pertama-tama dia
memberikan sebuah pertanyaan esensial untuk memancing siswa agar pikirannya
terfokus pada pelajaran fisika. Misalkan seperti ini, “Anak-anak pernah lihat
perahu atau kapal laut tidak?, nah pernah enggak sih kalian berpikir kenapa
perahu atau kapal laut itu bisa berlayar di laut tanpa tenggelam”. Salah satu
atau bahkan sebagian dari siswa mungkin akan menjawab dengan jawaban yang
bervariasi sesuai penalaran dan pemahaman mereka. Setelah itu, kita gunakan
metode diskusi dengan cara membentuk siswa yang ada di kelas menjadi beberapa
kelompok, jangan sesekali kita memberi kebebasan mereka untuk memilih anggota
kelompok sesuai keinginan mereka karena akan mengakibatkan mereka berinteraksi
dengan teman-teman dekatnya saja dan mengabikan orang lain. Kemudian kita memberikan
kebebasan kepada setiap kelompok untuk membangun sebuah proyek yang sesuai
dengan pertanyaan esensial yang telah disampaikan dengan menganalisa, melakukan kegiatan
investigasi/penyelidikan, memecahkan permasalahan, berpikir kritis, kreatif,
dan dijalankan secara kolaboratif. Menyusun jadwal pelaksanaan proyek yang akan
dilakukan dari mulai timeline, deadline, dan sesuatu yang berhubungan dengan
proyek tersebut, saat menemukan suatu hambatan maka siswa akan saling
berdialog. Dalam pelaksanaan proyek ini antar anggota kelompok akan saling
berdiskusi, sampai akhirnya menemukan ide untuk membangun suatu proyek tertentu
yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi, saat proses ini peran guru sangat
penting untuk mengontrol, mengantisipasi hambatan, dan memberi masukan-masukan
untuk pelaksanaan proyek itu. Dari setiap kelompok akan membangun proyek yang
berbeda-beda, mengenai materi massa jenis ini mungkin ada yang membuat
kapal-kapalan yang mengapung diatas air, ada yang mencampur-campurkan air
dengan jenis yang berbeda-beda (misalnya air jernih, air syrop, minyak, dan
raksa), ada yang memcelupkan berbagai benda kedalam air, dan proyek-proyek
lainnya. Setelah semua kelompok menyelesaikan proyeknya maka setiap kelompok
mempresentasikan hasil proyek yang mereka bangun atas pemahaman mereka mengenai
massa jenis sesuai pengalaman yang mereka alami. Lalu memberikan
argument-argumennya mengenai proyek itu, dimulai dari menjelaskan
teorinya,konsepnya, rumus untuk memecahkan masalah jika mengalami fenomena yang
serupa, setelah itu diskusi mulai berlangsung dengan berbagai pernyataan dari
siswa maupun guru, lalu diakhir diskusi dilakukan refleksi. Dari permasalahan
tadi dapat diketahui bahwa itu berhubungan dengan massa jenis suatu benda,
massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda, maka nilai
massa jenis suatu benda akan lebih besar jika massa setiap volume benda semakin
besar juga. Jadi karakteristik suatu benda akan bisa ditentukan dari besar
kecilnya massa jenis benda itu. Sesuatu dapat dikatakan benda jika memiliki
massa dan menempati ruang (volume). Dari permasalahan kapal laut tadi bahwa
kapal laut mengapung karena massa jenisnya lebih kecil daripada air, oleh
karena itu kapal laut dibuat dengan memperbesar volumenya sehingga massa
jenisnya akan semakin ringan maka dapat disimpulkan bahwa ketika massa jenis
air lebih besar dari suatu benda maka benda akan mengapung sebaliknya jika
massa jenis air lebih kecil dari suatu benda maka benda akan tenggelam. Dari suatu proyek itu siswa akan memahami secara utuh
gejala-gejala fisika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari karena pemahaman
dibangun dari hasil pemikiran sendiri dan kolaboratif dengan kelompoknya.
Selanjutnya guru menilai terhadap proyek tersebut, hal ini tidak dilihat dari
hasilnya saja tetapi prosesnya pun sangat penting untuk diperhatikan.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Project Based
Learning atau di Indonesia dikenal dengan pembelajaran berbasis proyek
merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif. Dalam prosesnya siswa
dituntut untuk memecahkan suatu masalah yang menantang dan membangun suatu
proyek berdasarkan pernyataan yang telah disampaikan guru dan pengalaman rill.
Model
pembelajaran ini bisa diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan pada mata
pelajaran apapun, terutama pelajaran fisika yang memuat permasalahan
gejala-gejala alam yang terjadi di alam. Dengan model proyek siswa akan belajar
menganalisa, memecahkan masalah, dan berpikir secara ilmiah, proses ini dapat
memacu peningkatan kerja otak siswa. Dalam memahami suatu konsep, siswa
berpikir kritis, bekerja secara kolaboratif, dialog antar-siswa, adanya umpan
balik, dan mempresentasikam proyek tersebut, tapi kecakapan dan keterampilan
guru pun sangat diperlukan sebagai fasilitator dan mengontrol jalannya proyek
dalam pembelajaran sehingga berbagai konsep, teori, hukum, dan prinsip-prinsip
umum dapat dipahami secara jelas karena siswa memahaminya sesuai apa yang
mereka proyekkan yang bersumber dari kejadian rill. Berjalannya
suatu kelompok akan terjadi
dialog saling memberi dan menerima diantara siswa dan guru sehingga diperoleh
pemahaman yang mendalam dan matang.
B.
Saran
Model project based learning merupakan model pembelajaran yang
mengaitkan materi dengan fenomena atau masalah yang riil sehingga sebagai
seorang pendidik harus benar-benar menguasai materi yang akn diajarkan dan
mampu berinovasi untuk meningkatkan dan mendorong cara berpikir siswa serta
terus mengontrol terhadap jalannya suatu proyek tersebut dan fasilitas sekolah
yang mendukung untuk terlaksannya pembelajaran berbasis proyek ini sehingga
akan meningkatkan cara berpikir siswa yang lebih kritis, kreatif, inovatif,
aktif, dan lebih memahami materi tersebut karena dibangun atas pengalamannya
sendiri.
Komentar
Posting Komentar