MAKALAH INTEGRASI-INTERKONEKSI PENDIDIAKN DAN KEISLAMAN
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Reformasi di segala bidang kini tengah berlangsung di
indonesia. Reformasi di bidang politik bergulir sekitar tahun 1999 (pasca rezim
Soeharto) dan berlangsung dengan berbagai kejutan peristiwa sampai sekarang.
Sedang reformasi di bidang pendidikan terjadi sejak tahun 2003, terutama
ditandai dengan kelahian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.[1]
Luasnya sisi reformasi tersebut ada beberapa hal yang
sangat sensitif mengenai hal tersebut antara lain prospek agama yang khususnya
nilai keislaman di sistem pendidikan tersebut. Tapi pada kenyataannya sekarang
ini, sistem pendidikan malah cenderung hanya ke arah duniawi yang hanya
mementingkan aspek perkembangan teknologi, dan disaat itu benar-benar dikejar,
nilai-nilai luhur inti dari pendidikan tersebut seakan luntur dan hanya menjadi
sisi pendamping ilmu kemajuan zaman. Sebenarnya agama bisa menjadi benteng yang
sangat kuat untuk saat ini, dimana nilai akhlak sangat ditekankan dalam
pendidikan. Tapi pula pada kenyataannya, banyak orang yang terlanjur hanyut
dalam kemajuan zaman ini, sehingga nilai akhlak yang seharusnya tertanam dlam
diri seseorang lepas begitu saja, dan yang disalahkan dalam hal ini tentunya
para pendidik yang diangap gagal dalam membentu akhlak seseorang. Kondisi ini
kemudian membuat sekat yang sangat jelas antara pendidikan umum dan pendidikan
keislaman.
Secara normatif konseptual dalam Islam tidak terdapat
dikotomi ilmu. Baik Al Qur'an maupun hadits tidak memilah antara ilmu yang
wajib dipelajari dan yang tidak. Dikotomi dalam Islam timbul sebagai akibat
dari beberapa hal. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu
berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Kedua, faktor
historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran sejak abad
pertengahan. Ketiga, factor internal kelembagaan pendidikan Islam yang
kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya
problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat
Islam.[2]
Umat Islam perlu meninjau ulang format pendidikan
Islam nondikotomik melalui upaya pengembangan struktur keilmuan yang
integratif-interkonektif, agar dapat dicapai konsep keutuhan ilmu. Yang
dimaksud integratif disini adalah keterpaduan kebenaran wahyu (burhan qauli)
dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan kauni).
Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan
yang lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi. Muara dari
Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu merupakan usaha untuk menyatukan dan
menjadikan sebuah keterhubungan antara nilai-nilai agama dengan keilmuan umum
dalam upaya untuk membentuk embrio-embrio intelektual yang mampu mebumikan
nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Dari prinsip integrasi interkoneksi tersebut, dapat
dikatakan bahwa agama menjadi hal yang teramat sentral dalam penanaman akhlak
dan moralitas seseorang dan pendidikan itulah yang menjadi wadah tercapainya
integrasi interkoneksi tersebut, jadi keseimbangan antara ilmu umum dan ilmu
agama.
Tapi apakah proses integrasi interkoneksi nilai keislaman dalam dunia pendidikan dapat berjalan dengan lancar dan baik?, makalah ini akan membahas megenai konteks pengintegrasi interkoneksian tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan integrasi interkoneksi keislaman dalam dunia pendidikan?
2. Bagaimana
konsep integrasi interkoneksi keislaman tersebut?
3. Apa manfaat sistem integrasi interkoneksi keislaman tersebut dalam dunia pendidikan?
C. TUJUAN
1. Mengetahui
makna integrasi interkoneksi keislaman dalam dunia pendidikan.
2. Mengetahui
konsep integrasi interkoneksi keislaman mengenai penerapannya di dunia
pendidikan.
3. Mengetahui
manfaat penerapan sistem integrasi interkoneksi keislaman dalam dunia
pendidikan umum.
Pendidikan
memberikan ilmu yang sangat berlimpah, yang manfaatnya banyak sekali dalam
kehidupan. Ilmu meliputi banyak hal yang salaing berkaitan, karena pada
dasarnya suatu ilmu tidak dapat berdiri sendiri sehingga memerlukan koneksi
dengan ilmu yang lain (Amin Abdullah, Studies Islamic..). Kita tahu di zaman sekarang ilmu umum atau
yang lebih dikenal dengan sains dikatakan sebagai ilmu yang unggul dari ilmu
yang lain, seperti Agama. Dan pencitraan semacam itu akhirnya masuk ke dalam
ranah pendidikan, sehingga terjadi sekat antar ilmu.
Di
dalam sistem pendidikan, banyak sekali unsur-unsur yang terlibat di dalamnya
dan sistem tersebut sudah dirancang mengenai hal-hal yang harus ada dalam
pendidikan. Tapi pada arti yang sesungguhnya, pendidikan tidak hanya sebagai
sarana untuk memperoleh pengakuan melalui apa yang dikejar selam menempuh
pendidikan. Ilmu, akhlak, karakter, keterampilan adalah sebagian kesil hal yang
harus diperoleh dalam dunia pendidikan
Terjadinya
semacam sekat antar ilmu dalam dunia pendidikan, menjadi gambaran yang begitu
nyata bakal sulit tercapainya tujuan pendidikan. Dan kita saat ini patut
berbangga hati bahwa ada seseorang yang begitu berani menggagas sebuah sistem
baru pada era pendidikan global ini. Sistem itu bernama integrasi-interkoneksi , M. Amin Abullah seorang Guru Besar
filsafat agama UIN sunan kalijaga Yogyakarta. Dengan adanya sistem ini diharapkan
dunia pendidikan tidak hanya berorientasi langsung kepada ilmu umum, tetapi
berusaha menggali isi kandungan al qur’an untuk implementasikan dalam dunia
pendidikan dan dunia secara umum. Yang dimaksud integrasi disini adalah
keterpaduan kebenaran wahyu (burhan qauli) dengan bukti-bukti yang
ditemukan di alam semesta (burhan kauni). Sedangkan interkoneksi adalah
keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akibat adanya
hubungan yang saling mempengaruhi.
Jika
berkaca dengan sistem pendidikan nasional saat ini, ilmu-ilmu itu masih ke arah
dunia, atau berorientasi pada dunia barat karena perkembangan teknologinya dan
ilmu keislaman hanya sebagai pelengkap salam sistem pendidikan tersebut.
Meskipun begitu, ada pula sistem pendidikan yang langsung beroientasi kepada
ilmu keislaman, dan pondok p[4]esantren lah dapat
dikatakan wadah pengembangan ajaran akidah yang lurus tersebut.
Orientasi
pendidikan tidak hanya selalu berpacu pada nilai yang selalu didapatkan pada
saat ulangan, pendidikan menjadi wadah dimana kita mau berproses, memperoleh
ilmu pengetahuan, memperoleh pengalaman dan pengajaran, menata diri, dengan
nilai-nilai akhak yang ditanamkan, dan mampu memperjuangkan kehidupan di dunia
ini untuk kebahagiaan dan sebagai langkah besar meraih kesuksesan di akhirat
nanti. Dan pengintegrasian dan penginterkoneksian diharapkan secara tegas
menjadi solusi jangka panjang dalam dunia pendidikaan.
Pendidikan adalah
suatu usaha untuk membekali peserta didik berupa ilmu, pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Pada dasarnya, pendidikan erat hubunganya dengan ilmu karena obyek utama dari
pendidikan adalah ilmu. Pendidikan merupakan suatu kegiatan mentransfer ilmu
pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Suatu proses mentransfer ilmu
yang pada umumnya dilakukan melalui tiga cara yaitu lisan, tulisan dan
perbuatan. Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam
kehidupan manusia,bagaimanapun juga disitu ada pendidikan(Dwikarya, 1980:32).
Pendidikan Islam secara bahasa adalah tarbiyah Islamiyah. Sedangkan
secara
terminologi ada beberapa istilah tentang pendidikan Islam diantaranya :
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa,
dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya
kitab suci Al Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama
dalam masyarakat hingga terwujud. Zuhairini
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengemukakan
bahwa
“Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian
anak sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam,
memikir, merumuskan dan berbuat berdasarkan nilai- nilai Islam, serta
bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam”.[5]
Pendidikan dalam ajaran islam
memiiki fungsi membangun akhlakul
karimah,sementara pendidikan umum hanya mendorong-dorong siswa untuk lulus
dengan prestasi angka. Ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup keislaman menjadi
sarana, sedangkan tujuannya adalah akhlakul
karimah.[6]
Jadi yang namanya moralitas dari setiap orang dlam dunia pendidikan menjadi hal
yang sangat sentral dan paling dikedepankan dalam ajaran islam.
Integrasi-interkoneksi merupakan dua kata yang berbeda, tapi
mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu menggabungkan dan mengkaitkan dua
persoalan yang dianggap terpisah.[7]
Secara
etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan integrasi berarti pembauran
hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.[8] Poerwadarminta
mengungkapkan bahwa integrasi secara etimologis dapat dipahami sebagai
perpaduan, penyatuan, dan penggabungan dua objek atau lebih.[9] Pengertian semakna juga
disampaikan oleh Triantono[10] yakni integrasi adalah
penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.
Yang dimaksud integratif disini adalah keterpaduan
kebenaran wahyu (burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam
semesta (burhan kauni). Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu
pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akibat adanya hubungan yang saling
mempengaruhi. Muara dari Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu merupakan usaha
untuk menyatukan dan menjadikan sebuah keterhubungan antara nilai-nilai agama
dengan keilmuan umum dalam upaya untuk membentuk embrio-embrio intelektual yang
mampu mebumikan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.[11]
Paradigma integrasi-interkoneksi merupakan
jawaban atau respon terhadap kesulitan-kesulitan yang dirasakan selama ini.
Kesulitan yang diwariskan dan diteruskan selama berabad-abad dalam peradaban
Islam tentang adanya dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama. Kedua
disiplin ilmu ini berjalan sendiri-sendiri tanpa perlu saling tegur-sapa.[12] Setelah
adanya paradigma integrasi-interkoneksi yang dilakukan dalam domain internal
ilmu-ilmu keislaman, dan juga dalam disiplin keilmuan ilmu-ilmu umum,
masing-masing rumpun ilmu menyadari keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada
dirinya dan oleh karena itu keduanya bersedia untuk berdialog dan bekerjasama
satu sama lain untuk melengkapi kekurangan masing-masing.[13]
B. KONSEP SISTEM INTEGRASI=INTERKONEKSI KEISLAMAN
Wacana
persoalan epistemology ilmu agama dan lmu umum, semakin meluasnya pemikiran
perlunya transformasi Perguruan Tinggi Agama Islam (IAIN/STAIN) menjadi
Universitas Islam Negri (UIN) atau dengan widermandate, dan perlunya
kaji ulang bidang ilmu-ilmu keislaman, hanyalah tiga contoh dari sekian banyak
persoalan terkait dengan interplay antara science dan religion
dan dialektika antara intellectual authority (al-quwwah al-ma‟rifiyyah),
continuity (al-turats wa al-tajdid) dan change (al-tajdid wa al-islah).[14]
Selanjutnya adanya keseriusan dalam memadukan scientific dan doktriner
di atas itu ketika IAIN berubah menjadi UIN—yang menjadi proyek besarnya
tidak lain adalah reintegrasi epistemology keilmuan umum dan agama. Konversi
tersebut dirasakan sebagai bentuk keniscayaan dan mutlak diperlukan untuk
mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang serba kompleks yang sering
terjadi di era melinium ketiga. Hal ini juga merupakan tanggung jawab
kemanusiaan bersama secara global dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang
serba terbatas dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang nota-benenya
sebagai khalifah Allah fi al-ardh.[15]
Menurut M. Amin
Abdullah, studi Islam yang mencakup studi teks dan sosial haruslah terus
dikembangkan. Tujuannya adalah untuk menambah kekayaan dan varian-varian temuan
yang akan memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan, dan yang lebih
penting lagi adalah memberikan manfaat pragmatis bagi masyarakat luas.
Perkembangan dan tuntutan integrasi-interkoneksi dalam studi Islam dengan
bidang-bidang ilmu umum lain tentu tidak dapat terelakkan. Kajian teks dalam
studi Islam merupakan salah satu bagian penting yang perlu mendapat perhatian.
Pengembangan kajian ini bisa dilakukan dengan mencoba mengaitkannya dengan
bidang-bidang lain, seperti Linguistik dan Hermeneutika.[16]
Dalam sistem pendidikan Indonesia, terjadi dikotomi
yang nampak jelas antara pendidikan Agama dan pendidikan Umum. Pemisahan mata
pelajaran atau mata kuliah Agama dan Umum merupakan salah satu bentuk nyata
ketidak akraban kedua entitas keilmua yang sejatinya merupakan satu keutuhan
yang berasal dari sumber yang sama yaitu Zat Yang Maha berilmu. Para pemikir
Islam Kontenporer baik di Dunia Internasional[17] maupun di Tanah Air[18] telah menyadari bahaya
dikotomi Agama dan Ilmu terhadap keterpurukan dunia Pendidikan Islam, sehingga
timbullah gagasan untuk membentuk paradigma pendidikan yang menginterkoneksi
dan mengintegrasi kan nilai-nilai agama dalam Ilmu-ilmu alam maupun sosial
humaniora atau yang dikenal dengan Pendidikan Integrasi-Interkoneksi.
Selanjutnya, para ahli di UIN Sunan Kalijaga mendefinisikan pendidikan dengan pendekatan
Integrasi-Interkoneksi adalah terpadunya kebenaran wahyu (burhan ilahi) dalam
bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait dengan nash, (hadlarah al-nash),
dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini (burhan kauni) dalam bentuk
pembidangan matakuliah empiris kemasyarakatan dan kealaman (hadlarah
al-I'lm) dan pembidangan matakuliah yang terkait dengan falsafah dan etika(hadlarah
al-falsafah).[19]
Dalam definisi tersebut terlihat adanya hubungan integratif antara Ilmu
agama yang bersumber dari ayat-ayat kauliyah (al-quran dan Al-Hadist) sebagai
ruh atau sepirit keilmuan dengan kuliah empiris sebagai ayat-ayat kauniyah yang
berfungsi untuk membumikan ayat-ayat kauliyah.
Pendapat serupa disampaikan oleh Imam Suprayogo bahwa
Pendidikan Integrasi-Interkoneksi memosisikan Alquran dan hadis dalam
pengembangan ilmu sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah sedangkan hasil
observasi, eksperimen dan penalaran-penalaran yang logis diletakkan sebagai
sumber ayat-ayat kauniyyah.Dengan memposisikan Alquran dan hadis sebagai
sumber ilmu, maka dapat ditelusuri semua cabang ilmu mempunyai dasar yang
bersifat konsep di dalamnya. Ilmu hokum misalanya, sebagai rumpun ilmu sosial
maka dikembangkan dengan mencari penjelasan-penjelasan pada Alquran dan hadis
sebagai ayat qauliyyah sedangkan hasil hasildengan melalui observasi,
eksperiment, dan penalaran logis sebagai ayat-ayat yang kauniyyah.[20] Dalam pemahaman
penulis interkoneksi- integrasi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan umum
tidak hanya berhenti pada tataran ayatisasi atau islamisasi ilmu dengan
semata-mata mencari konsep dasar setiap ilmu umum dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Integrasi-Interkoneksi Pendidikan Agama Islam dengan Pendidikan Umum seharusnya
terwujud dalam pentransferan dan pembumian nilai-nilai universal Islam dalam
Ilmu-Ilmu umum. Sebagai contoh pengintegrasian PAI dalam ilmu kedokteran dapat
dilakukan dalam bentuk materi etika kedoktoren prespektif Al-Quran dan
As-Sunnah di samping itu para pengajarnya harus memahami karakter utama
pengtintegrasian ilmu dan agama ; semipermeable (mampu menembuskan nilai-nilai
agama kedalam ilmu), intersubjectif testability (keterujian intersubjektif),
dan creatif imajinationt (imajinasi kreatif)[21]
Penerapan integrasi-interkoneksi dalam ranah
epistemologi keilmuan sebagaimana yang dinyatakan oleh M. Amin Abdullah
sebenarnya adalah berdasarkan atas kegelisahan ilmuan terhadap rancang bangun
epistemologi keilmuan Islam. Khususnnya dalam dunia akademik yang berpotensi
besar dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies). Hal ini
terlihat jelas seperti dalam paradigma keilmuan yang diformulasikan Abid
al-Jabiri yaitu bayani, irfani, dan burhani. Ketiga paradigma
tersebut selama ini terjadi dikotomis-atomistik dalam kubu Islam itu sendiri.
Padahal satu keilmuan baik dalam keilmuan agama maupun dalam keilmuan umum
sifatnya terbatas, yakni tidak dapat memecahkan semua persoalan manusia.
Dari tinjauan
di atas dapat dipahami bahwa pendekatan integrasi-interkoneksi adalah
pendekatan yang saling menghargai antara keilmuan agama (Islam) dengan keilmuan
umum (sekuler). Dengan sikap memanfaatkan bidang keilmuan lain serta
mensaling-kaitkan antara kedua keilmuan tersebut merupakan keniscayaan dalam rancang
bangun keilmuan Islam. Dengan pendekatan integrasi-interkoneksi keilmuanlah
yang akan melahirkan bentuk kerjasama yang erat dan kuat, atau paling tidak
saling memahami pendekatan (approach) dan metode berpikir (process dan
procedure) antar kedua keilmuan tersebut.[22]
Dalam aplikasinya, Pembelajaran integrasi (terpadu)
dibedakan berdasarkan pola pengintergrasian materi atau tema. Berdasarkan tema
tersebut, Triantono (2007:38) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model
pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model
tergambarkan), (2) the connedted model (model tergabung), (3) the
nested model (model tersarang), (4) the squenced model (model
terurut), (5) the shered model (model terbagi), (6) the webbed model (model
terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the
integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model
terbenam), (10) the networked model (model Jaringan).[23]
Dari kesepuluh model tersebut ada tiga model yang
dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan
formal. Ketiga model ini adalah (1) model keterhubungan (connected), Model
ini merupakan model integrasi interbidang studi, (2) model jaring laba-laba (webbed),
model ini adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik
(3) model keterpaduan ( integrated), model ini merupakan pembelajaran
terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi.
Islam adalah syari’at Allah yang diturunkan kepada
umat manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan
syari’at ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga dia pantas untuk
memikul amanat dan menjalankan khilafah. Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan Islam, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. 33 Al-Ahzab: 72. Syari’at
islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi dan masyarakat
supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Oleh
sebab itu, pendidikan islam menjadi kewajiban orang tua dan guru disamping
menjaga amanat yang harus dipikul oleh generasi untuk disampaikan kepada
generasi berikutnya dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak.[24] Islam merupakan sistem
Rabbani yang paripurna dan memperhatikan fitrah manusia. Allah menurunkannya
untuk membentuk kepribadian manusia yang harmonis, disamping membuat teladan
terbaik di muka bumi yang melaksanakan keadilan Ilahi di dalam masyarakat
insani dan memanfaatkan seluruh kekuatan alam yang telah ditundukkan baginya.[25]
Paradigma pendidikan integrasi-interkoneksi bisa
disosialisasikan dan diterapkan di Sekolah sebagai sebuah pendidikan
nondikotomi terhadap ilmu dan agama Islam.Untuk melihat sejauh mana ilmu dan
agama Islam bisa diintegrasikan khususnya dalam melihat integrasi-interkoneksi
PAI fokus bidang Akhlak dalam pendidikan umum. Dari uraian di atas,
dapat dipahami betapa pentingnya pendidikan akhlak interkoneksi khususnya
di lingkungan pendidikan. Hal itu dimaksudkan agar sejak dini anak-anak
diarahkan untuk memahami ajaran Islam khususnya pendidikan akhlak secara utuh
sebagai satu pendekatan ke arah perbaikan pendidikan akhlak yang selama ini
mendapat sorotan. Selain itu pendidikan akhlak interkoneksi memberikan
arahan bagi pembinaan akhlaq sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh
bidang keilmuan yang selama ini terjadi dikotomi.[26] Meskipun islam secara
konseptual tidak pernah mengenal yang namanya dikotomi ilmu dalam dunia
pendidikan, Al-Quran dan Hadist tidak memilah antara ilmu yang wajib dipelajari
atau yang tidak. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu
berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Kedua, faktor
historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran sejak abad
pertengahan. Ketiga, factor internal kelembagaan pendidikan Islam yang
kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya
problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat
Islam.[27]
Bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, sosial,
humaniora, maupun kealaman tidak berdiri sendiri to be single entity.
Akan tetapi saling berhubungan antara disiplin keilmuan sehingga dapat membantu
manusia memahami persoalan kehidupan dan sekaligus upaya pemecahannya. Yang
sekaligus menghilangkan dikotomi ilmu yang selama ini terjadi.[28] Dan disinilah adanya
sistem yang bisa mengintegrasikan segala ilmu pengetahuan serta mengkoneksikan
segala unsur-unsur yang ada dalam ilmu pengetahuan, baik itu ilmu umum ataupun
ilmu keislaman, serta akan berdampak luas dalam perkembangan dalam dunia
pendidikan secara umum, karena tidak hanya cakap dalam kepintaran,
keterampilan, serta nilai yang teramat baik tapi juga nilai akhlak yang
pastinya tertanam dalam disi setiap orang.[29] Tidak hanya itu saja, integrasi-interkoneksi
ini juga berperan dalam pembelajaran dan pemahaman isi kandungan Al-Quran dalam
implementasi kehidupan modern ini.
Disinilah letak
signifikansinya teori integrasi-interkoneksi. Karena dengan memadukan berbagai
disiplin ilmu terkait akan ditemukan metode baru dalam memahami al-Qur‘an di
era kontemporer ini. Dengan demikian pemahaman al-Qur‘an dengan metode lingkar
hermenutik ini diharapkan dapat memberikan jawaban dan solusi dalam menghadapi
perkembangan zaman dengan segala bentuk problematika kontemporer yang
mengitarinya.[30]
1. Secara
etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan integrasi berarti pembauran
hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Poerwadarminta mengungkapkan bahwa
integrasi secara etimologis dapat dipahami sebagai perpaduan, penyatuan, dan
penggabungan dua objek atau lebih. Pengertian semakna juga disampaikan oleh
Triantono yakni integrasi adalah penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau
menjadi utuh. Yang dimaksud integratif disini adalah keterpaduan kebenaran
wahyu (burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan
kauni). Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan
pengetahuan yang lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi. Muara
dari Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu merupakan usaha untuk menyatukan dan
menjadikan sebuah keterhubungan antara nilai-nilai agama dengan keilmuan umum
dalam upaya untuk membentuk embrio-embrio intelektual yang mampu mebumikan
nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Konsep
integrasi interkoneksi keislaman dalam dunia pendidikan adalah terpadunya kebenaran wahyu (burhan ilahi) dalam
bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait dengan nash, (hadlarah al-nash),
dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini (burhan kauni) dalam bentuk
pembidangan matakuliah empiris kemasyarakatan dan kealaman (hadlarah
al-I'lm) dan pembidangan matakuliah yang terkait dengan falsafah dan etika(hadlarah
al-falsafah). Dalam definisi tersebut terlihat adanya hubungan integratif
antara Ilmu agama yang bersumber dari ayat-ayat kauliyah (al-quran dan
Al-Hadist) sebagai ruh atau sepirit keilmuan dengan kuliah empiris sebagai
ayat-ayat kauniyah yang berfungsi untuk membumikan ayat-ayat kauliyah.
3. Manfaat
adanya sistem integrasi interkoneksi keislaman dalam dunia pendidikan tersebuat
adalah kemampuan untuk mengintegrasikan segala ilmu pengetahuan serta
mengkoneksikan segala unsur-unsur yang ada dalam ilmu pengetahuan, baik itu
ilmu umum ataupun ilmu keislaman, serta akan berdampak luas dalam perkembangan
dalam dunia pendidikan secara umum, karena tidak hanya cakap dalam kepintaran,
keterampilan, serta nilai yang teramat baik tapi juga nilai akhlak yang
pastinya tertanam dalam disi setiap orang. Tidak hanya itu saja,
integrasi-interkoneksi ini juga berperan dalam pembelajaran dan pemahaman isi
kandungan Al-Quran dalam implementasi kehidupan modern ini. Disinilah letak
signifikansinya teori integrasi-interkoneksi. Karena dengan memadukan berbagai
disiplin ilmu terkait akan ditemukan metode baru dalam memahami al-Qur‘an di
era kontemporer ini. Dengan demikian pemahaman al-Qur‘an dengan metode lingkar
hermenutik ini diharapkan dapat memberikan jawaban dan solusi dalam menghadapi perkembangan
zaman dengan segala bentuk problematika kontemporer yang mengitarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M. Amin .
Agama, Ilmu Dan Budaya Paradigma
Integrasi-Interkoneksi
Keilmuan. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu. 2005.
Abdullah. M. Amin, Islamic
Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Departemen pendidikan RI.
Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional.
Jakarta: Direktorat Kelembagaan.
2005
Imam Suprayogo. Paradigma Pengembangan Keilmuan
Islam Perspektif UIN Malang,
Malang:UIN-Malang Press, 2006
Muliawan, Jasa
Ungguh. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2005
Tim Penyusun. KBBI. Jakarta:Pusat Bahasa. 2008
Triantono. Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi
Pustaka
Publisher.2007
Zuhairini. Filsafat
Pendidikan Islam .Jakarta: Bumi Aksara. 1995
http://kamusbahasaindonesia.org/integrasi/interkoneksi
Internet
available from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on
April 10th 2008
http://Academia.edu.ac.id/paradigma/integrasi/interkoneksi
[1] Departemen pendidikan RI,2005,Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional,Jakarta:Direktorat
Kelembagaan,1
[2] Muliawan, Jasa
Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2005.3.
[3] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available from
http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th 2008
[4] Ibid,
[5] Zuhairini, Filsafat Pendidikan
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 152.
[6] Departemen pendidikan RI,2005,Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional,Jakarta:Direktorat
Kelembagaan,5
[7] John M. Ecols. Kamus
Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 139.
[8]
Tim Penyusun, KBBI, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008, 559. Lihat juga http://kamusbahasaindonesia.org/integrasi/interkoneksi
[9] Poerwadarminta,
W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985, h.
384.
[10] Triantono, Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher,
2007, 38.
[11] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available from
http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th
2008
[12] M. Amin Abdullah, Islamic
Studies”, h. viii.
[13] Sekar Ayu Ariyani dkk., Sukses
di Perguruan Tinggi, h. 10.
[14] Akh. Minhaji, Transformasi IAIN Menuju UIN‖ dalam M. Amin Abdullah
[15] Akh. Minhaji, Transformasi IAIN Menuju UIN‖ dalam M. Amin Abdullah
[16] M. Amin Abdullah, Kata Pengantar‖ dalam Syafa‘atun Almirzanah
& Sahiron Syamsuddin
[17] Seperti Hasan
hanafi(mesir), Abdullah Saeed (Australia), Jasser Auda (Qatr dan Dublin) M.
Fethullah Gulen (Turki dan Pensylvania).
[18] Seperti Prof. Dr. M. Amin
Abdullah, Prof.Imam Suparyogo dan para pemikir tanah air lainnya.
[19] Tim, Kerangka dasar
keilmuan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2006),5
[20] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan
Islam Perspektif UIN Malang, (Malang:UIN-Malang Press, 2006), 30
[21] M, Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya Paradigma
Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Pdf.: 9
[22] M. Amin Abdullah, Islamic
Studies di Perguruan tinggi, h. 371.
[23] Triantono, Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2007, 38-39.
[24] Departemen pendidikan RI,2005,Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional,Jakarta:Direktorat
Kelembagaan,37-38
[25] Departemen pendidikan RI,2005,Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional,Jakarta:Direktorat
Kelembagaan,39-40
[26] Ibid.
[27] Muliawan, Jasa
Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2005.3.
[28] M. Amin Abdullah, Islamic
Studies”,hal..
[29] Ibid.
[30] Ibid.
Komentar
Posting Komentar